Senin, 03 Oktober 2016

S A R A

Salah satu stasiun televisi swasta sedang menampilkan talkshow eksklusif bersama seorang pengamat politik. Topiknya adalah pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang. Fokus pembicaraaanya mengenai PDI-P resmi usung Ahok-Drajat pada Pilkada 2017.
Sang pengamat begitu antusias membahas tentang Pilkada 2017. Aku menyeruput kuah baso malang yang masih hangat, lalu ku lanjutkan menyimak. Saat berbicara mengenai Pilkada 2017 tentu tidak lepas dari istilah SARA. Sudah banyak isu dan fakta tetangnya. Begitupun sang pengamat, ia membuat highlight pada SARA juga sekelumit Pilkada DKI Jakarta 2017.
Aku teringat dengan kejadian mengagumkan saat terakhir kali mengikuti seminar sebelum aku disibukkan oleh skripsi.
Saat itu, aku mengikuti sebuah seminar bisnis. Sang motivator melelang sebuah al-Quran untuk amal, ketika sampai pada nominal 5 juta, 7 juta, hingga 43 juta, seorang akhwat mengangkat tangan dan dengan lantang menyebutkan nominal 47 juta. Serentak peserta seminar menggemakan takbir. Aku tidak dapat melihat jelas sosok akhwat tersebut.
Sang motivator menghitung 1-5 tidak ada yang mengangkat tangan setelah sang akhwat, al-Quranpun menjadi miliknya. Sambil tersipu ia naik ke atas panggung untuk mengambil al-Quran dr tangan motivator. Sang motivator mempersilakan akhwat tersebut menyampaikan hajatnya agar bisa kami doakan dan aminkan bersama.
Tak disangka, sang akhwat berdoa untuk Jakarta agar dapat dipimpin oleh orang beriman dan kuat agamanya, dia juga menyampaikan nama-nama tokoh muslim Jakarta yang diharapkan dapat maju di Pilkada tahun depan. Mulia, aku pikir dia akan berdoa untuk kemaslahatan dirinya, namun dia berdoa untuk kemaslahatan umat.
SARA (Suku, Ras, Agama dan Antargolongan) merupakan berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan.
Aku sedikit memberikan pandangan mengenai SARA. Suku dan ras merupakan ketetapan sejak lahir, kita tidak dapat memilih ingin dari suku dan ras apa kita dilahirkan. Berbeda dengan agama, agama adalah pilihan. Kita berhak dan bebas memilih agama apapun untuk kita anut, sesuai keyakinan.
Seorang muslim sepertiku memiliki pedoman hidup yaitu al-Qur'an dan hadist. Sebagai pedoman hidup tentu akan mengatur hidup umatnya. Dalam islam aturan ini meliputi seluruh aspek, dari yang besar hingga yang sepele, seperti bersosialisasi, politik, nikah, pendidikan, kepemimpinan, pakaian, makanan, dan hal-hal lainnya. Semua tidak terlepas dari aturan agama. Maka, istilah SARA tidak cocok diterapkan kepada muslim. Berbeda dengan non muslim, agama mereka tidak mengatur masalah politik, kepemimpinan dan beberapa aspek penting lainnya.
Acara talkshow sudah selesai, mangkuk yang berisi baso dan kuahnya yang lezat itupun kini telah habis. Laptop menjerit kedinginan karena aku tergoda dan terlena menonton tv. Aku segera menghampiri laptop yang saat ini sudah menjadi seperti suamiku sendiri :D
Lanjut skripsi dulu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar